cita cita young animator sahabat jurnalis

Halaman

Kamis, 16 Desember 2010

Kata Hati Sang TulisaN

Penulis: Lo Fortuna Riana
penulis adalah siswa SMA Untung Suropati Sidoarjo

Entah dari mana namaku berasal, yang jelas semua orang memanggilku dengan sebutan "tulisan". Aku sendiri tidak tahu, siapa yang telah berbaik hati memberi panggilan tersebut.

Aku adalah tulisan, begitulah kalau aku memperkenalkan diri pada calon tuanku yang baru. Warnaku hitam, tetapi ada juga yang berwarna biru, merah atau hijau. Banyak orang yang lebih memilihku berwarna hitam, kata mereka, "Warna hitam adalah sebuah tulisan." Dengan warna hitam, aku menguntungkan, kata mereka.

Tak peduli tulisan apa yang ditulis oleh tuanku, yang jelas aku bangga dengan diriku ini. Layaknya seorang siswa yang mendapatkan peringkat satu di kelasnya.

Aku sangat mudah dijumpai, di manapun kau, di situlah aku. Coba bayangkan saja, apabila dunia ini tidak dihiasi oleh tulisan? Pastinya akan gelap terhadap pengetahuan.

Aku memiliki teman bernama kertas. Ia selalu setia menemaniku. Ia juga berbakti pada tuanku. Setiap kali tuanku menulis, ia selalu ada di sampingnya. Aku senang bila tuanku menuliskan serangkaian diriku di atas kertas. Rasanya, dengan tangan kreatif tuanku, aku dapat menjadi tulisan yang membanggakan dan disenangi banyak orang.

Aku benci dengan kata "terima kasih". Kata orang, aku membuat mereka hebat. Padahal, tangan merekalah yang membuat hebat.

Ada satu hal lagi yang kubenci, yaitu apabila tuanku memindahkanku ke dalam mesin berlayar datar yang kata orang pintar! Dengan begitu sang kertas hanya tergeletak tak berdaya ditempatnya. Mengapa tuanku harus menaruhku kedalam mesin itu? lalu aku ditindih benda bernama printer dan sang kertas berkata, "Rasanya, aku mau mati saja! Karena kesakitan."

Apakah mereka tidak dapat menulis dengan tangannya sendiri? Aku rasa sebuah tangan dan benda tinggi menjulang bernama pena yang menari-nari di atas kertas, itu lebih indah dipandang.

Malam tadi, tuanku memberiku bentuk kertas dengan sebuah ceritanya yang benar-benar membuatku jengkel. Cerita itu tentang kenakalan tangan jahil para koruptor negeri ini. Mereka selalu saja membuat ulah hingga memperburuk keadaan negara ini. Andaikan saja sebuah palu besar mampu kupegang, pasti diriku akan segera memukul tangan mereka, hingga memar dan tak dapat nakal untuk selalu mencuri uang rakyat.

Apakah mereka tidak berpikir bahwa masih banyak orang yang berkesusahan gara-gara ulah mereka? Bukan tangan mereka saja yang nakal tetapi juga pikiran mereka. Mereka tak habis habisnya memutar otak untuk mencari cara terbaik mempermainkan uang rakyat. Mungkin tuanku sekedar menunjukan ketidakpuasan terhadap pemerintahan negeri ini. Tuanku rupanya tidak puas dengan akhir cerita ini. Tetapi ia tetap meneruskan walaupun jam dinding telah menunjukkan pukul 11 malam.

"Mereka selalu saja membuat orang jadi susah. Tetapi mereka tidak mau jadi orang susah. Mereka selalu saja mendapatkan apa yang mereka inginkan! Rumah mewah, mobil mewah. Tapi apa yang telah rakyat dapat dari pemerintahan untuk kelangsungan hidup mereka? Para koruptor hanya mau menikmati kelezatan uang rakyat saja. Tanpa mau membuat apa-apa untuk negara dan rakyat!"

Begitulah tuanku mengomel sambil bersandar dikursinya, memelototi tulisannya dan menggigit ujung pena dimulutnya. Tak lama, ia kembali menuliskan kata-kata yang tadi ia keluarkan dari mulutnya ke dalam kertas, melanjutkan cerita tadi. Lalu tuanku membuka mulutnya lebar-lebar dan mengeluarkan bau yang cukup tak sedap. Oh, rupanya ia telah mengantuk.

Ia kemudian meninggalkanku yang masih sebal dengan akhir cerita tadi. Tuanku menaruh benda tinggi menjulang tepat di atasku, Uh, sangat berat! Hingga aku tak dapat bernafas. Tapi aku sudah cukup senang dengan cerita tuanku tadi. Setidaknya aku mengerti apa yang namanya politik dan pemerintahan.

Sebelum tuanku pergi meninggalkanku. ia masih sempat menikmati rokoknya yang terakhir dan meniupkan asapnya tepat di diriku, sambil mengoreksi kembali tulisannya. Yang terdapat kesalahan.

Sesekali aku menengok ke arah bak sampah yang di letakkan tak jauh dari meja tulis tuanku. Di sana begitu banyak temanku, kertas yang terbuang sia-sia. Kini temanku kertas sedang sekarat tertindih oleh beberapa sampah lainnya. Begitu pemandangan yang selalu aku lihat setiap harinya, tuanku mengambil kertas, menulis satu baris dan pluk! Membuang ke bak sampah. Aku tidak tahu apa setiap tuan yang gemar menulis selalu melakukan hal ini, setiap kali ia menulis?

Tuanku dengan cepatnya tertidur dan segera menemui alam mimpinya di sana. Hari ini cukup membuatku lelah, aku harap hari esok tuanku dapat membuat sebuah cerita baru yang dapat menyegarkan diriku.

Aku pikir, aku adalah tulisan yang beruntung. Tuanku ramah karena ia selalu memberiku sebuah kebanggaan. Sayangnya, temanku tulisan yang lain tidak seberuntung itu. Mereka terkadang ketakutan karena harus tampil di kertas yang tak seharusnya. Misalnya saja, surat gugatan atau surat tuntutan.

Diriku ini memang tidak bernyawa, tetapi karena kedua tangan yang kreatif dan menakjubkan milik tuanku, maka diriku dapat hidup di dalam khayalan pikiran manusia. Aku percaya, yang membuat tulisan itu berbeda karena sepasang tangan tuannya.

0 komentar:

Posting Komentar

what your opinion?